PERANAN AIR DALAM PRODUK DAN BAHAN PANGAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Ikatan kovalen tersebut merupakan dasar bagi sifat air yang penting, misalnya kebolehan air sebagai pelarut.

Menurut derajat keterikatan air, air dapat dibagi atas empat tipe, yaitu:

a)      Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. Derajat pengikatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan tidak terukur.

b)      Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aw (water activity). Bila sebagian air tipe II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi. Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3-7%, dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh.

c)      Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe III ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25% dengan aw (water activity) kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu.

d)     Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.

Selain ke-IV tipe diatas, ada pula yang beberapa penulis yang membedakan air kedalam air imbibisi dan air kristal. Air imbibisi merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Sedangkan air kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk kristal, seperti gula, garam, CuSO4, dll.

Air merupakan komponen penting dalam bahan dan produk pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa. Kandungan air beberapa bahan makanan yang umum menunjukkan bahwa banyaknya air dalam suatu bahan tidak ditentukan dari keadaan fisik bahan tersebut. Misalnya kandungan air dalam nata de coco ± 90% yang dalam keadaan fisiknya berupa padatan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya.

Bahan pangan terdiri dari bahan kering ditambah sejumlah air. Air dalam bahan pangan merupakan bagian seutuhnya dari bahan pangan itu sendiri. Air tersebut terdapat air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat di bagian permukaan bahan atau benda padat, diantara sel-sel maupun dalam pori-pori, air ini mudah teruapkan pada pengeringan. Air terikat yaitu air yang terikat secara fisik menurut sistem kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga penyerapan. Air terikat secara kimia, yaitu air yang berada dalam bahan dalam bentuk kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat di atas dapat berikatan dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin, dan sebagian zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan.



BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Kandungan Air dalam Bahan Pangan

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya. Hubungan antara Aw dengan kandungan air per gram suatu bahan makanan disebut isoterm sorpsi air. Pada bahan pangan isoterm sorpsi air dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan.

Kandungan air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Kandungan air dalam suatu bahan pangan dinyatakan atas dasar basah (% berat) atau atas dasar kering, yaitu perbandingan jumlah air dengan jumlah bahan kering. Kadar air secara basis kering adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air secara basis basah adalah perbandingan berat air di dalam bahan tersebut dengan berat mentah.

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri.

2.2  Air dalam Bahan Pangan

Air dalam bahan pangan dapat dibedakan atas:

  1. Air bebas, yaitu air yang tidak terikat pada bahan padat dalam jaringan pangan. Sifat-sifat fisik dan termodinamika air ini adalah seperti air murni.
  2. Air yang terikat secara mekanik, yaitu air yang memiliki gaya tegangan permukaan. Air jenis ini terdapat dalam ruang antara partikel-partikel pangan atau terdapat sebagai lapisan tipis pada permukaan bahan pangan padat.
  3. Air yang teradsorpsi pada permukaan bahan padat karena adanya ikatan yang lemah antar-molekul yaitu gaya van der Waal.
  4. Air terikat secara kimia. Kekuatan ikatan kimia ini sangat bervariasi, misalnya air hidrasi pada garam anorganik seperti kalsium-sulfat terikat secara reversibel.
    1. Air yang merupakan bagian dari struktur kimia bahan padat, misalnya air dalam karbohidrat. Kehilangan air ini bersifat irreversibel dan kehilangan tersebut menyebabkan dekomposisi bahan padat.

Bila suatu bahan pangan diletakkan dalam suatu ruang yang bersuhu dan tekanan tertentu maka akan terjadi penyerapan dan penguapan air sampai tekanan uap dalam bahan pangan sama dengan tekanan uap air udara lingkungannya. Kondisi ini disebut kondisi kelembaban relatif seimbang dan kadar air bahan pangan disebut kadar air seimbang (equilibrum moisture content).

Bahan pangan umumnya berbeda kurva adsorpsi dan kurva desorpsinya. Sebagai contoh bila kentang pada suhu 28°C dan RH 60% mempunyai  kadar air seimbang 12%, tetapi kemudian contoh tersebut dikeringkan sampai kadar air yang lebih rendah, lalu dikembalikan lagi pada kondisi semula, maka kadar airnya lebih rendah dari 12%. Keadaan ini dikenal sebagai sorption hysteresis. Sorption hysteresis juga menunjukkan bahwa aktivitas air (aw) bahan pangan dapat berbeda pada kadar air yang sama.

Untuk menyatakan stabilitas bahan pangan (daya tahan terhadap kerusakan) tidak cukup hanya dengan mengetahui kadar airnya saja. Sebagai contoh, minyak kacang mungkin tidak akan stabil pada kadar air yang rendah yaitu sekitar 1%, tetapi pati kentang relatif lebih stabil meski kadar airnya 20%. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran yang dapat menunjukkan kandungan air minimal yang tidak memungkinkan terjadinya aktivitas mikroorganisme, enzim, dan reaksi-reaksi kimia pada bahan pangan tersebut yaitu aktivitas air minimum (aw minimum) bahan pangan.

Aktivitas air diukur sebagai kelembaban relatif dibagi 100 atau rasio tekanan parsial uap air udara sekitar produk (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada suhu yang sama.

aw = ERH/100 = P/Po

Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan; seperti pada penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dan sebagainya. Pada bahan yang berkadar air tinggi, susu misalnya, dilakukan evaporasi atau penguapan. Pembuatan susu kental pada prinsipnya adalah mengurangi kadar air dengan cara dehidrasi.

Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat 2 tingkat kecepatan penghilangan air. Pada awal pengeringan, kecepatan jumlah air yang hilang per satuan waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan waktu. Hal ini berhubungan dengan jenis air yang terikat dalam bahan.

2.3  Fungsi dan Peranan Air

Air merupakan substansi yang paling penting dalam hidup. Substansi ini memiliki susunan spesifik secara kimiawi maupun fisika yang berbeda nyata dengan komponen lain ditijau dari struktur molekulnya. Karakteristik penting yang dimiliki oleh air di dalam produk susu mencakup kemampuannya sebagai pelarut dan plasticizer untuk komponen karbohidrat dan protein (Fox, 1997).

Menurut Winarno (2002), air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan malah berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin, yang larut air, mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalah teh dan kopi. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Air berfungsi sebagai media antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH (Ebook pangan, 2009).

Menurut Hastuti (2009), fungsi air dalam bahan makanan antara lain : pembawa komponen bahan makanan hidrofilik, sebagai medium reaksi kimia dan enzimatis, dapat dilarutkan dan dipisahkan dan menentukan mutu (bentuk, kenampakan, kesegaran, cita rasa dan derajad penerimaan konsumen) dan daya simpan.

Menurut Belitz dan Grosh (1999), air pada bahan pangan digunakan sebagai media yang mendukung reaksi kimia dan merupakan reaktan langsung pada proses hidroksi. Penambahan gula, garam akan menyebabkan kandungan air berkurang dan mempengruhi pertumbuhan mikroorganisme dan dapat memperpanjang waktu simpan. Air juga bereaksi fisik dengan protein, polisakarida, lemak yang memberikan konstribusi secara signifikan pada tekstur makanan atau bahan pangan.

Peran air dalam bahan makanan antara lain:

  1. Mempengaruhi penampakan tekstur serta cita rasa makanan
  2. Menentukan kualitas bahan makanan tersebut
  3. Adanya karakter air yang dapat menentukan: titik cair, titik didih, energi, perubahan fase, dan parameter titik krisis
  4. Pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya.
  5. Pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya.
  6. Mempengaruhi Kesegaran, Stabilitas, dan Keawetan Pangan
  7. Menentukan Tingkat Resiko Keamanan Pangan
  8. Untuk Reaksi Kimia
  9. Pelarut Universal untuk Senyawa Ionik dan Polar

Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan, air berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut dalam air, mineral, senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalam teh dan kopi.

  1. Mempengaruhi Aktivasi Enzim dalam Bahan Pangan

Dalam bahan pangan, terdapat beberapa enzim yang hanya dapat bekerja jika ada air. Enzim tersebut tergolong enzim hidrolase seperti enzim protease, lipase, dan amilase.

  1. Medium Pindah Panas

Dalam proses pengolahan pangan sering dilakukan pemasakan, dalam proses pemasakan tersebut digunakan kalor (panas). Kalor tersebut akan dihantarkan oleh air kebagian-bagian dalam bahan pangan secara merata, hal ini karena air mempunyai konduktivitas panas yang baik.

  1. Air mempengaruhi kestabilan bahan pangan selama proses penyimpanan

Hal  ini karena kestabilan bahan pangan tergantung dari aktivitas mikroba pembusuk seperti kapang, kamir dan jamur. Sedangkan aktivitas mikroba tersebut membutuhkan aw (water activity) tertentu yang bersifat spesifik untuk tiap jenis mikroba.

  1. Media Pertumbuhan Mikroba

Aktivitas air (aw) merupakan menggambarkan derajat aktivitas air dalam bahan pangan, baik kimia dan biologis. Nilai untuk aw berkisar antara 0 sampai 1 (tanpa satuan). Aktivitas air menggambarkan jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai aw minimum yang diperlukan tiap mikroba berbeda-beda sebagai contoh, kapang membutuhkan aw > 0,7; khamir > 0,8; dan bakteri 0,9. Dari data tersebut dapat dilihat kapang paling tahan terhadap bahan pangan yang mengandung aw rendah sedangkan bakteri paling tidak tahan terhadap aw rendah.

2.4  Syarat Air yang Baik Dikonsumsi

1.    pH normal

Air normal memiliki kisaran nilai pH 6,5 – 8,5; apabila pH > 8,5 berarti air bersifat basa dan akan terasa licin dikulit. Untuk mengidentifikasi pH air dapat digunakan indikator universal atau pH meter.

2.    Tidak mengadung bahan kimia beracun

3.    Tidak mengandung garam atau ion-ion logam

Air dengan kandungan ion logam, seperti zat besi tinggi akan menyebabkan air berwarna kuning. Pertama keluar dari kran, air nampak jernih namun setelah beberapa saat air akan berubah warna menjadi kuning, bahkan dalam jangka waktu lama akan membentuk endapan kuning dan menempel didasar bak penampungan air. Hal ini disebabkan karena zat besi dalam air berupa ion Fe2+, kemudian zat besi di bak penampungan air tersebut berinteraksi dengan udara bebas sehingga teroksidasi menjadi ion Fe3+ dan berwarna kuning. Untuk mengidentifikasi air mengandung suatu ion logam dapat digunakan alat uji air

4.    Kesadahan rendah

Air sadah biasanya juga disebut air berkapur. Air seperti ini sangat mudah dikenali, biasanya muncul bercak-bercak putih dikamar mandi. Selain itu, air berkapur menyebabkan pakaian yang dicuci sangat sukar berbusa sehingga boros deterjen dan sabun mandi, pakaian hasil cucian pun terlihat kusam terutama pakaian berwarna putih.

5.    Tidak mengandung bahan organik

Air yang mengandung senyawa organik biasanya akan berwarna kuning permanen. Air seperti ini biasanya terdapat di daerah bakau dan tanah gambut yang kaya akan kandungan senyawa organik. Berbeda dengan kuning akibat kadar besi tinggi, air kuning permanen ini sudah berwarna kuning saat pertama keluar dari kran sampai beberapa saat kemudian didiamkan akan tetap berwarna kuning.

 

 

 

Pembuatan Padi ke Beras dan Teknologi Pengolahan Kakao

A. Padi ke beras

Tahapan pengolahan primer padi, yaitu padi diolah menjadi gabah, kemudian dari gabah menjadi beras

 

Padi harus segera dikeringkan untuk menghindari pertumbuhan kapang yang dapat menyebabkan warna kuning. Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai sinar matahari (penjemuran dengan menggunakan tikar, tampah, lamporan), pengering buatan dan pengering surya. 

 

Lamporan dibuat miring supaya air dapat mengalir dan untuk mencegah air tergenang. Pada pengering buatan, jika kering cepat maka akan banyak menghasilkan beras patah. Sedangkan pengeringan dengan sinar matahari untuk menghasilkan beras kepala. Pengeringan surya tidak cocok untuk gabah biasa. Pengeringan surya ini sangat mahal biasanya untuk padi bulu yang nilai ekonominya tinggi.

 

a. Penggabahan

Cara penggabahan antara lain diinjak-injak, dipukulkan, ditumbuk, menggunakan pedal thresner dan mesin perontok. Keuntungan cara penggabahan diinjak-injak adalah kerusakan fisik kecil dan kemungkinan loss/hilang/terpelanting sangat kecil, sedangkan kerugiannya adalah kapasitasnya rendah. Keuntungan bila dipukulkan adalah kapasitas lebih besar sedangkan kerugiannya adalah ada beras yang patah, loss lebih besar. Untuk menghindarinya harus dikerjakan dalam pulungan. Keuntungan bila ditumbuki adalah kapasitas lebih besar dari pada diijak- injak, sedangkan kerugiannya adalah rendemen yang dihasilkan rendah karena banyak beras yang patah. keuntungan dengan menggunakan pedal thresner adalah kapasitasnya besar sedangkan kerugiannya adalah banyak beras yang patah.

 

b. Penggilingan dan Penyosohan

Penggilingan adalah proses pemisahan sekam dan kulit luar kariopsis dari biji padi agar diperoleh beras yang dapat dikonsumsi. Terdapat berbagai jenis teknologi/alat yaitu penumbukan (lesung/kincir air), penggilingan tipe Engelberg, Rice Milling Unit (RMU) dan penggilingan padi besar.

 

Tahapan penggilingan padi

Penggilingan Padi Besar

 

1. Perontokan padi

Alat yang digunakan adalah rontogan; bahannya gabah, padi gedengan, “hencak”; sehingga dihasilkan gabah kotor (kotoran: potpngan merang, kerikil, bubuk jenteng, pasir, paku/logam, dan lain- lain).

 

2. Pembersihan gabah kotor

Alat yang digunakan adalah ayakan goyang (paddy cleaner/ hongkwl gabah), saringan kasar (batu, kerkil, paku, dan lain-lain), saringan halus (pasir) serta penarik logam; bahannya gabah kotor; sehingga dihasilkan gabah bersih.

 

3. Pemecahan kulit (husking)

Alat yang digunakan adalah pemecah kulit tipe silinder; bahannya gabah; sehingga dihasilkan beras pecah kulit, sebagian kecil gabah utuh yang lolos, lolosan (pesak halus bercampur dedak dan menir), serta sekam.

 

4. Pemisahan pesak

Alat yang digunakan adalah husk separator (hongkwl pesak), saringan pesak, dan saringan lolosan; bahannya beras pecah kulit, sekam, lolosan; sehingga dihasilkan beras pecah kulit bersih, dan gabah.

 

5. Pemisahan gabah (paddy separation)

Alat yang digunakan adalah paddy separator atau disebut gedongan; prinsipnya adalah perbedaan bobot jenis antara beras pecah kulit dan gabah, serta kehalusan permukaan gabah dan beras pecah kulit. Pada permukaan miring, beras pecah kulit akan cepat turun, sementara gabah terdesak ke atas; dibuat kamar-kamar.

 

6. Penyosohan

Alatnya adalah mesin penyosoh (rice polisher), mesin I (penyosohan I), mesin II (penyosohan II), alat terdiri dari batu penyosoh (batu amaril) dan lempengan karet, karena ada gesekan antara beras dengan batu, lempengan karet, dan antara sesama beras maka beras akan tersosoh; bahannya adalah beras pecah kulit; sehingga dihasilkan beras sosoh, dedak (mesin sosoh I),bekatul (mesin sosoh II); dedak dan bekatul langsung dipisahkan dengan aspirator.

 

7. Grading

Alat yang digunakan adalah ayakan beras (honkwl beras); memisahkan beras kepala, beras patah dan meni.

 

Komposisi gabah dan fraksi hasil giling (%db)

 

Komposisi kimia (%) pada kadar air 14%

 

Dalam pengertian sehari-hari, yang dimaksud dengan beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (“huller”) serat alat penyosoh (“polisher”). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luar (sekam)-nya, disebut beras pecah kulit (“brown rice”). Sedangkan beras pecah kulit yang seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut beras giling (“milled rice”). Beras yang biasa dikonsumsi atau dijual di pasar adalah dalam bentuk beras giling.

 

Dalam proses penyosohan beras pecah kulit akan diperoleh hasil beras giling, dadak dan bekatul. Sebagian dari protein, lemak, vitamin dan mineral akan terbawa dalam dadak, sehingga kadar komponen-komponen tersebut di dalam beras giling menjadi menurun. Beras giling yang diperoleh berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak padi adalah sekitar 5-7% dari berat beras pecah kulit. Makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan maka makin putih warna beras giling yang dihasilkan, tetapi makin miskin beras tersebut akan zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh.

 


 

B. Pengolahan Kakao

Biji yang diperoleh dari lapangan  sudah dapat diolah  di pabrik. Pengolahan biji cokelat biasanya mengikuti tahapan fermentasi (pencucian), pangeringan ,sortasi dan penyimpanan.

5.1 Fermentasi

Tujuan utama fermentasi adalah untuk memetiukan biji sehingga perubahan-perubahan didalam biji akan mudah terjadi, seperti misalnya warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa  serta perbaikan konsentensi keping biji.Tujuan lainnya adalah untuk melepasakn pulp. Selama fermentasi biji beserta pulpnya mengalami penurunan barat sampai 25 persen. Perubahan-perubahan biji selama fermentasi meliputi peragian gula menjadi alcohol,fermentasi asam cuka dan menaiknya suhu. Di samping itu aroma pun meningkat selama proses fermentasi dan PH biji mengalami perubahan.

Ada beberapa cara fermentasi biji kakao yaitu :

5.1.1 Fermentasi dengan kotak/peti fermentasi 

a.            Biji kakao dimasukkan dalam kotak terbuat dari lembaran papan yang berukuran panjang 60 cm dengan tinggi 40 cm (kotak dapat menampung ± 100 kg biji kakao basah) setelah itu kotak ditutup dengan karung goni/daun pisang.

b.            Pada hari ke 3 (setelah 48 jam) dilakukan pembalikan agar fermentasi biji merata.

c.            Pada hari ke 6 biji-biji kakao dikeluarkan dari kotak fermentasi dan siap untuk dijemur.

5.1.2 Fermentasi menggunakan keranjang bambu 

a.            Keranjang bambu terlebih dahulu dibersihkan dan dialasi dengan daun pisang baru kemudian biji kakao dimasukan (keranjang dapat menampung ± 50 kg biji kakao basah)

b.            Setelah biji kakao dimasukan keranjang ditutup dengan daun pisang.

c.            Pada hari ke 3 dilakukan pembalikan biji dan pada hari ke 6 biji-biji dikeluarkan untuk siap dijemur.

Ada beberapa mikroorganisme yang diketahui berperan didalam proses fermentasi,antara lain saccharomyces cerevisiae,S.theobromae, S. apiculatus, S. mumalus dan eutorulopsis theobromae. Mikroorganisme tersebut dapat dimanfaatkan perananya dalam mempercepat proses fermentasi. Penambahan mikroorganisme tersebut-dalam bentuk ragi-sebanyak 0,5 gram per kg biji segar pada proses fermentasi dapat mempersingkat masa fermentasi biji dari 108 menjadi 84 jam.

Biji cokelat difermentasikan di dalam kotak berlubang. Cara-cara tradisional seperti yang dilakukan di Afrika Barat, yaitu denagn membungkus biji menggunakan daun pisang,selain membnutuhkan waktu lama juga kurang dapat merangsang terbentuknya aroma. Kotak fermentasi yang terlalu dalam akan menyebabkan proses fermentasi hanya terjadi pada bagian tenhah saj. Kotak Fermentasi sebaiknya dibuat dengan ukuran 1.83 m X 0,91 m dengan kedalaman 0,15 m. Biji dibalikkan setiap 48 jam,selama fermentasi berlangsung.

Proses fermentasi biasanya berlangsung 4-6 hari. Pada tiap bak fermentasi sejak hari pertama biji-biji cokelat masing-masing disimpan selama 12 jam, 24 jam, 24 jam dan 24 jam, dan seterusnya. Untuk kemudahannya, kotak fermentasi disusun sedemikian rupa sehingga setiap hari biji dapat dimasukkan ke  kotak pertama ( hari fermentasi ) dan yang telah selesai mengalami fermentasi dapt diolah pada tahap berikutnya. Wadah fermentasi dapat berupa kotak beraerasi atau keranjang. Tinggi minimum tumpukan biji dalam kotak adalah 40 cm Selama fermentasi tumpukan biji ditutup daun pisang atau karung goni. Selama fermentasi, biji dihindarkan bersinggungan dengan logam. Tanda fermentasi cukup: biji tampak agak kering (lembab), berwarna coklat dan berbau asam cuka, lendir mudah dilepas, dan bila dipotong melintang penampang biji tampak seperti cincin berwarna coklat. Fermentasi yang kurang tepat menghasilkan biji berwarna slaty(keabu-abuan)

                                                 

biji yang difermentasi dengan baik pH nya 4,8 dengan persentese kulit ari mencapai 0,16 persen. Penambahan ragi pada proses fermentasi ternyata tidak berhasil menaikkan pH biji. Aroma akan terbentuk 36 jam setelah masa pertama fermentasi. Biji-biji yang difermentasi secara penuh ( fully fermented ) ditandai dengan adanya warna coklat gelap pada 80 persen kulit luar biji dan adanya pori-pori kecil didalam biji. Sedangkan pada fermentasi sebagian ( half fermented ) biji coklat tua tetapi tidak ada pori-pori dan pada fermentasi yang gagal ( bad fermented ) warna biji ungu dan tidak ada pori-pori didalm biji.

 

5.2 Pengeringan

Sebelum dikeringkan, biji yang telah difermentasikan mengalami proses pencician ( washed ). Tetapi ada juga pengolahan tanpa pencucian ( unwashed ). Biji yang lebih dulu mengalami pencucian biasanya menghasilkan kulit biji yang tipis sehingga rapuh dan mudah terkelupas,sedangkan biji tanpa pencucian memiliki rendemen yang tinggi dan kulitnya tidak rapuh. Aroma biji tanpa pencucian juga lebih baik karna tidak ada bagian yang dibilas oleh air. Untuk melaksanakan proses pencucian digunakan bak-bak pencuci dengan poros yang berputar. Proses tersebut dilengkapi sikat. Pelaksanaannya sebaiknya selam 1 jam saja pada pagi hari.

Proses pengerinngan adalah kelanjutan dari tahap oksidatif dari fermentasi yang berperan penting dalam mengurangi kadar air biji dari sekitar 60% menjadi 6-7 % sehingga aman selama pengangkutan dan pengapalan menuju pabrikan.  Selain itu, proses pengeringan dilakukan untuk menghasilkan biji kakao kering yang berkualitas baik, terutama dalam hal fisik, calon cita rasa, dan aroma yang baik.  Untuk itu, metode spesifikasi dan jumlah alat pengeringan harus sesuai dan mencukupi.

Tingkat pengeringan penting terhadap cita rasa dan mutu biji kakao kering, pemilihan metode pengeringan sangat mempengaruhi alat dan jumlah kebutuhan alat pengering.  Kecepatan pengeringan juga turut mempengaruhi biji kering yang dihasilkan.  Jika pengeringan terlalu lambat, hal itu bisa menjadi bahaya karena bisa menstimulan kehadiran jamur yang berkembang dan masuk ke dalam biji.  Pengeringan yang terlalu cepat juga bisa menganggu kesempurnaan reaksi oksidatif yang berlangsung dan dapat menyebabkan tingkat keasaman  berlebih.  Hal itu terjadi karena reaksi asam asetat sangat dipengaruhi oleh pengeringan.

Pengaruh kecepatan pengeringan pada cita rasa telah diteliti beberapa waktu yang lalu.  Percobaan di Suriname dengan biji kakao yang telah dicuci memberikan hasil cita rasa yang memuaskan walaupun waktu pengeringan hanya 11-12 jam.  Di Afrika Barat, kakao Amelando yang dikeringkan selama 14 jam, cita rasa cokelat yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan yang dijemur.  Pengeringan biji kakao yang terlalu cepat tetap menghasilkan aroma asam dan berkadar asam lebih tinggi dari biji yang dijemur.  Hal ini dikarenakan di pabrik pengolahan cokelat ada proses conching yang berfungsi untuk menurunkan tingkat keasaman.   Peningkatan suhu pengering akan meningkatkan kelat dan asamity sehingga suhu pengeringan tidak lebih dari 65-70 o C.  Pengeringan artifisal  meningkatkan kadar asam volatif dan pH lebih  rendah.  Kelebihan asam karena asam asetat dapat dihilangkan selama proses pengeringan di pabrikan.

Pengurangan pahit dan kelat adalah karena oksidasi polifenol menjadi tanin yang tidak larut dengan bantuan enzim pofenoloksidase.  Aktivitas enzim ini berkurang secara nyata selama  fermentasi, yakni sekitar 10 % dari konsentrasi awal.  Enzim tersebut berubah sesuai dengan tingkat suhu biji.  Biji kakao yang tidak terfermentasi, suhu optimum untuk aktivitas enzim adalah 31,5 oC dan aktivitas ini menurun dengan tajam.  Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah.  Pada biji kakao yang difermentasi, suhu optimum enzim berubah menjadi 34,5 oC dan ezim kurang terpengaruh oleh perubahan temperatur.  Disimpulkan suhu pengeringan yang optimal adalah tidak lebih dari 65 oC.   Sementara tingkat pH optimum polifenol oksidase belum diketahui dengan pasti, tetapi Diperkirakan antara 5,0 dan 6,0.

Selama pengeringan, suhu biji selalu di bawah suhu udara panas sampai dekat dengan akhir fase pengeringan.  Pengukuran suhu biji bisa dilakukan dalam dua tahap proses pengeringan, pertama dalam pengeringan silinder suhu 90 oC dan kedua pada pengeringan tunnel suhu 70 oC.  Selama tahap pertama,suhu  biji naik sampai 54 0C dan bisa mencapai 66 oC.  Pada akhir tahap kedua, suhu udara tahap akhir sebesar 70 0C.  Suhu ini dapat diterapkan tanpa membuat cita rasa menurun.

Pengeringan biji kakao dapat dilakukan dengan penjemuran, memakai alat pengering, atau kombinasi keduanya.  Cara pengeringan yang dianjurkan adalah dengan melakukan penjemuran, bila keadaan tidak memungkinkan, terutama dalam pengolahan skala besar, penjemuran dapat diganti dengan proses penghembusan (aspiration) udara dengan suhu lingkungan selama 72-80 jam dan dilanjutkan dengan hembusan udara panas 45-60oC sampai biji kering.

 

5.2.1  Penjemuran

Pada daerah yang curah hujanya relatif rendah dan produksi biji kakao keringnya tidak banyak, pengeringan dengan penjemuran merupakan cara yang paling baik dan murah.  Untuk pengeringan yang baik, kapasitas per m2 lantai jemur atau tikar  adalah 15 kg.  Biji kakao dapat kering setelah penjemuran maksimum 7 hari.  Pada cuaca cerah hasil pengeringan ini menghasilkan mutu sangat baik.

Pada proses pengeringan dengan penjemuran, biji dihamparkan di atas alas tertentu seperti terpal plastik, tikar, sesek bambu, atau lantai semen.  Tebal lapisan biji mencapai 5 cm (2-3 lapis) dengan lama penjemuran pada cuaca panas dan cerah selama 7-8 jam per hari .

 

5.2.2  Pengeringan artifisial (pengeringan buatan/ menggunakan alat)

Pengolahan konvensional yang sampai saat ini masih diterapkan oleh perkebunan besar adalah penjemuran (satu hari) dan pengeringan mesin selama 24 jam efektif.  Ada beberapa jenis alat pengeringan mekanis, tetapi yang paling dikenal dan banyak diterapkan adalah jenis flat bed dryer yang diopreasikan pada suhu lebih dari 60 0C.

Kecepatan pengeringan tergantung pada dua faktor yaitu pindah panas ke dalam biji kakao dan perpindahan uap air dari biji ke udara lingkungan.  Pindah panas ke dalam biji membatasi tahap awal pengeringan dan berikutnya perpindahan uap air merupakan faktor pembatas.  Permukaan biji kakao basah hasil fermentasi memiliki kadar air yang tinggi dan laju pengeringan yang relatif konstan sampai kulit biji mengering.  Setelah tahap  ini selesai, air harus keluar dari dalam kotiledon sehingga laju pengeringan turun secara bertahap sapai biji menjadi kering betul.  Kecepatan pengeringan yang konstan menurun setelah kadar air nya 40 %.  Selama tahap awal, jarak anatara nib dan kulit biji dipenuhi dengan air.  Ketika air ini telah menguap, yakni berkadar air sekitar 23 %, tahap kedua penurunan kadar dimulai selama kadar air berpindah melalui proses difusi dari nib ke kulit biji.

Selama periode laju konstan, laju pengeringan tergantung pada suhu udara panas dan laju aliran udara, tetapi selama penurunan laju, suhu merupakan faktor yang paling utama.

Pengeringan yang ekonomis tetap harus dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan tipe pengeringan yang digunakan.  Hal ini  juga untuk mempertimbangkan laju udara pengeringan karena laju udara rendah dapat mengeringakan biji kakao dengan efisiensi yang lebih besar.

Alat pengering yang biasa digunakan di Indonesia antara lain vis dryer, cacao dryer flat bed dryer), samoan dryer, dan rotary dryer.   Apabila dilakukan kombinasi dengan penjemuran atau penghembusan, kadar air biji diturunkan sampai mencapai  20-25 %, kemudian prose pengeringan dilanjutkan dengan udara pengering suhu 45-60 0C selama sekitar 16 jam sampai tercapai kadar air 6-7 %.

Tebal lapisan hamparan biji yang digunakan pada pengeringan udara panas ini biasanya 10-20 cm dan selama pengeringan dilakukan pembalikan 1-2 jam sekali.  Beberapa cara yang dapat dipakai untuk menentukan selesainya pengringan biji kakao adalah sebagai berikut:

a.            Berdasarkan penurunan berat biji yaitu apabila berat biji kerinng telah mencapai 1/3 berat basah

b.            Berdasarkan kekerasan kulit biji.  Biji kakao yang sudah cukup kering biasanya mudah patah atau rapuh.

c.            Mengukur kadar air biji dengan alat pengukur yang sudah dikalibrasi.

 

5.2.3  Pengeringan dengan meja pengering berkipas

Tipe pengering ini cocok digunakan di daerah-daerah yang curah hujannya rendah dan produksi kakaonya relatif banyak.  Keuntungan dari pengeringan dengan meja pengering berkipas adalah sebagai berikut:

a.            Menghasilkan biji kakao yang sangat bersih; higienis; dan tidak asam (karena meja tertutup plastik

b.            Pengeringan tidak  terlalu cepat

c.            Biji kakao bisa keringan dalam waktu 5 hari

d.            Kapasitas meja pengering sekitar 40 kg/m2

e.            Efisiensi pebggunaan lahan pengeringan maksimum 80 %.

Pengeringan biji kakao merupakan instrumen pembentuk calon cita rasa rasa selain fermentasi.  Penanda bahwa pengeringan biji kakao dilakukan dengan baik adalah dihasilkannya warna cokelat khas pada keping biji dan memiliki cita rasa y ang khas

5.3 Sortasi

Sortasi bertujuan memisahkan biji kakao dari kotoran yang terikut dan memisahkan biji berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji. 

 

5.3.1 Alat sortasi kakao

Fungsi alat ini adalah :

a.      Meningkatkan produktivitas kerja sortasi manual.

b.      Biji kakao terkumpul dalam beberapa ukuran yang seragam berdasarkan  tingkatan mutunya.

  1. Kompartemen I berupa pecahan biji dan biji kecil,
  2. Kopartemen II biji mutu C,
  3. Kopartemen III biji mutu A dan B,
  4. Kopartemen IV biji mutu AA.

c. Fleksibilitas dan Keunggulan:

  1. Perawatan mudah dan murah, serta mudah dioperasikan
  2. Keseragaman mutu kosisten dan bersih
  3. Sudut kemiringan dan kecepatan putar silinder sortasi mudah diatur.

d.  Spesifikasi teknis alat :

  1. Kapasitas: 600 – 1.250 kg/jam
  2. Penggerak : Motor listrik 3 HP, 380 V, 1.440 rpm, 3 phase
  3. Transmisi: Pulley dan sabuk karet V
  4. Unit Sortasi: Silinder aluminium datar berlubang
  5. Dimensi: 3.500 x 850 x 1.200 mm
  6. Bahan konstruksi: Besi baja, plat aluminium

2.4 Penyimpanan

Biji dikemas dalam wadah yang kuat, bersih, tidak terkontaminasi dengan bau yang tajam. Biji yang telah disortasi dimasukan kedalam karung goni,dengan berat maksimum setiap karung 60 kg. Penyimpanan selam 3 bulan di daerah tropis masih dapat mempertahankan mutu biji, tetapi lebih dari 3 bulan biasanya telah ditumbuhi jamur dan asam lemak bebas akan meningkat.

Gudang penyimpanan sebaiknya bersih dan memiliki lubang pergantian udara. Pada beberapa kebun gudang penyimpanan dilengkapi dengan lampu inframerah. Perlakuan fumugasi dapat diberikan sebelum gudang digunakan. Goni sebaiknya tidak langsung menyentuh lantai gudang, tetapi diberi jarak 7 cm agar sirkulasi udara lebih baik. Ruang simpan tidak lembab, cukup ventilasi, bersih, bebas pencemaran bau.